Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selamat Datang di Blog Info Konservasi Papua

Cari Informasi/Berita/Tulisan/Artikel di Blog IKP

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org

IKLAN PROMO : VIRTUOSO ENTERTAIN " NUMBAY BAND ", info selengkapnya di www.ykpmpapua.org
Info Foto : 1) Virtuoso Entertain bersama Numbay Band saat melakukan penampilan bersama Artis Nasional Titi DJ. 2) Saat penampilan bersama Artis Diva Indonesia, Ruth Sahanaya. 3) Mengiringi artis Papua, Edo Kondologit dan Frans Sisir pada acara "Selamat Tinggal 2012, Selamat Datang 2013" kerjasama dengan Pemda Provinsi Papua di halaman Kantor Gubernur Provinsi Papua, Dok 2 Jayapura. 4) Melakukan perform band dengan Pianis Jazz Indonesia. 5) Personil Numbay Band melakukan penampilan di Taman Imbi, Kota Jayapura. Vitrtuoso Entertain menawarkan produk penyewaan alat musik, audio sound system dan Band Profesional kepada seluruh personal, pengusaha, instansi pemerintah,perusahaan swasta, toko, mal, kalangan akademisi, sekolah, para penggemar musik dan siapa saja yang khususnya berada di Kota Jayapura dan sekitarnya, serta umumnya di Tanah Papua. Vitrtuoso Entertain juga menawarkan bentuk kerjasama seperti mengisi Acara Hari Ulang Tahun baik pribadi maupun instansi, Acara Wisuda, Acara tertentu dari pihak sponsor, Mengiringi Artis dari tingkat Nasional sampai Lokal, Acara Kampanye dan Pilkada, serta Acara-Acara lainnya yang membutuhkan penampilan live, berbeda, profesional, tidak membosankan dan tentunya.... pasti hasilnya memuaskan........ INFO SELENGKAPNYA DI www.ykpmpapua.org

02 July 2007

Jakarta : Penjualan Gas Alam Cair Tangguh

(Tempo Interaktif, 28 Juni 2007)
Jakarta, Pemerintah dikabarkan menawarkan separuh dari rencana penjualan gas alam cair (LNG) Tangguh, yang sebelumnya diperuntukkan bagi pembeli di Pantai Barat Amerika Serikat, untuk "dialihkan" ke Jepang, Korea, dan negara lain, termasuk untuk kebutuhan dalam negeri.Pengalihan ini dimungkinkan karena pembangunan terminal di Pantai Barat Amerika lebih cepat daripada kilang Tangguh (Koran Tempo, 12 Juni 2007). Kesediaan Sempra menerima pengurangan jumlah yang akan diterimanya diimbangi dengan kompensasi yang akan diberikan oleh BP Migas. Cuma, belum jelas benar berapa besar kompensasi yang akan diterima oleh Sempra.


Sebagaimana diketahui, berdasarkan kontrak penjualan jangka panjang, Indonesia, dalam hal ini diwakili oleh kontraktor minyak Beyond Petroleum yang telah ditunjuk oleh Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral serta BP Migas selaku operator proyek LNG Tangguh, harus memasok ke Pantai Barat Amerika 3,7 juta ton LNG per tahun untuk masa 20 tahun dengan harga US$ 5,94 per MMBtu.Kontrak penjualan jangka panjang LNG Tangguh juga dilakukan dengan Cina 2,6 juta ton per tahun untuk masa 25 tahun dengan harga US$ 3,35/MMBtu. Adapun kontrak dengan SK Power dan Posco dari Korea berjumlah sekitar 1,2 juta ton per tahun untuk masa 20 tahun dan dengan harga US$ 3,5/MMBtu.


Dari informasi tersebut, terlihat bahwa seluruh harga jual LNG Tangguh yang berjumlah 7,5 juta ton untuk masa 20-25 tahun sangatlah murah, karena jauh berada di bawah harga jual LNG yang wajar, termasuk di bawah harga jual LNG Badak yang notabene sudah beroperasi lebih dari 30 tahun.Kontrak ke Fujian merupakan harga yang termurah bila dibanding harga penjualan ke Pantai Barat Amerika. Meskipun diketahui bahwa harga jual ke Cina US$ 3,35/MMBtu, sebenarnya itu merupakan harga baru setelah dilakukan renegosiasi dengan pihak Cina.


Pasalnya, harga sebelum negosiasi US$ 2,67/MMBtu, dengan patokan harga minyak mentah maksimal US$ 25 per bbls untuk masa 25 tahun. Setelah negosiasi, patokan harga "berhasil" dinaikkan menjadi US$38/bbls untuk masa 25 tahun. Dengan patokan harga minyak mentah US$ 38/bbls, harga jual LNG Tangguh tetap tidak wajar mengingat harga minyak mentah saat ini saja sudah sekitar US$ 70/bbls, apatah lagi untuk masa jauh 25 tahun ke depan. Naif untuk mengharapkan harga minyak mentah dunia akan stabil pada kisaran US$ 38/bbls untuk masa 25 tahun ke depan.Bahkan harga jual ke Cina ini ternyata masih lebih murah ketimbang harga jual dalam negeri. Saat ini harga jual dalam negeri US$ 4-5/MMBtu. Untuk pembangkit listrik di Muara Karang, PLN membeli gas dengan harga US$ 4,5/MMBtu.


Di sini terlihat bahwa manajemen gas alam nasional sangatlah buruk, bahkan berpotensi melanggar konstitusi dan undang-undang. Penjualan LNG Tangguh ke Cina dengan harga yang tidak wajar dan lebih murah daripada harga jual dalam negeri mencerminkan bahwa pengelolaan kekayaan lama negara ini belum ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.Selain itu, persetujuan BP Migas atas harga jual yang sangat murah tersebut, di samping tidak sesuai dengan fakta bahwa Cina pada hakikatnya sangat membutuhkan gas impor--karena produksi dalam negeri yang sangat kecil, sedangkan kebutuhannya terus meningkat--hal tersebut berpotensi melanggar UU yang mengharuskan pengelolaan migas mendatangkan pendapatan negara yang maksimal.


UU Migas Pasal 44 ayat 2 berbunyi, "Fungsi BP Migas dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha hulu agar pengambilan sumber daya alam migas milik negara dapat memberikan manfaat dan memberikan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat".Ketentuan dalam pasal ini praktis dilanggar dengan alasan yang sangat sumir, yakni pasar LNG yang lemah. BP Migas dan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dengan a-visioner menyetujui penjualan LNG Tangguh ke Cina dengan formulasi harga jual yang merugikan negara. Kalaupun kondisi pasar LNG pada saat kontrak ditandatangani betul-betul lemah, sangatlah tidak logis apabila formulasi harga dipatok mati pada level harga minyak US$ 25/bbls untuk masa 25 tahun.Sekarang, di tengah gencarnya dua negara "raksasa baru Asia", yakni Cina dan India, mencari sumber-sumber energi guna menunjang pembangunan ekonomi mereka serta di tengah kegusaran Jepang karena kontrak pembelian LNG jangka panjangnya dengan Indonesia akan berakhir dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, yakni sekitar 2011, BP Migas akan mengalihkan penjualan LNG Tangguh dari Pantai Barat Amerika ke pasar Jepang dan Korea.


Langkah tersebut dapat menolong keekonomian proyek LNG Tangguh. Sebab, kalau seluruh produksi LNG Tangguh tetap dijual dengan harga yang sangat murah sesuai dengan kontrak semula, negara nyaris pasti tidak akan memperoleh bagian yang wajar, bahkan boleh jadi tidak akan memperoleh bagian jika prinsip First Trench Petroleum (FTP) tidak diterapkan. FTP adalah bagian (20 persen) dari produksi kotor yang harus diambil terlebih dulu untuk dibagi sebelum produksi tersebut dipotong untuk cost recovery.


Dengan formulasi harga jual LNG Badak yang tidak membatasi fluktuasi harga minyak mentah, harga jual saat ini menjadi sekitar US$ 9/MMBtu. Kalau harga minyak mentah naik menjadi sekitar US$ 70/bbls, harga jual LNG Badak menjadi sekitar US$ 10/MMBtu. Coba bandingkan dengan harga jual LNG Tangguh ke Cina yang hanya US$3.35/MMBtu untuk masa 25 tahun, tanpa sedikit pun harga bisa berubah, meskipun harga minyak mentah suatu saat nanti, misalnya, mencapai US$ 100/bbls. Harga sekitar US$ 100/bbls untuk masa 25 tahun mendatang adalah sangat mungkin. Kemungkinan ini seyogianya tidak boleh dibatasi dalam formulasi harga jual LNG Tangguh.Tentu negara akan lebih diuntungkan jika seandainya tidak hanya penjualan ke Pantai Barat Amerika yang dapat "dialihkan". Tapi penjualan ke Fujian Cina seyogianya juga dapat diusahakan "dialihkan" mengingat harga jual ke Fujian Cina justru jauh lebih murah daripada ke Pantai Barat Amerika.


Pengalihan penjualan LNG Tangguh dari Cina ke Jepang merupakan salah satu alternatif agar kekayaan alam milik negara dapat dihargai secara wajar. Untuk diketahui, Cina, sejak puluhan tahun terakhir ini, laju pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan konsumsi energinya, khususnya minyak dan gas, sangatlah tinggi. Padahal semua orang mengetahui bahwa produksi migas dalam negeri Cina jauh di bawah yang dibutuhkan untuk konsumsi dalam negeri. Dengan demikian, Cina, sejak puluhan tahun terakhir ini, jauh sebelum LNG Tangguh dijual ke Cina, sangat bergantung pada minyak dan gas impor.


Sebagai contoh, Cina saat ini diketahui sedang berusaha sekuat tenaga untuk bisa mengalirkan gas dari lapangan gas raksasa Kovykta di Siberia Timur, yang sebelumnya dikuasai oleh BP, tapi kemudian diambil alih oleh pemerintah Rusia melalui BUMN Gazprom.Alternatif lain tentu saja Cina tetap meneruskan membeli LNG Tangguh, tapi dengan formulasi harga yang wajar. Toh, yang membeli LNG Tangguh di Fujian adalah CNOOC dan BP, yang keduanya juga merupakan penjual/shareholder dari proyek LNG Tangguh.


Kalau penjualan LNG Tangguh yang tidak wajar ke Cina ini tidak bisa dinegosiasikan lagi, sehingga Indonesia harus menerima harga US$ 3,35/MMBtu untuk masa 25 tahun, sudah seyogianya Presiden mengambil langkah tegas untuk mengevaluasi proyek LNG Tangguh secara menyeluruh, misalnya dengan membentuk semacam tim independen. Atau Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengambil inisiatif membentuk tim khusus guna meneliti "keanehan" dalam penjualan LNG Tangguh ini.Sebab, kalau evaluasi diserahkan ke Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral atau BP Migas, dikhawatirkan hasilnya tidak akan obyektif (bias), mengingat justru mereka inilah yang menyetujui LNG Tangguh dijual murah ke Cina.


Manajemen pengelolaan gas milik negara saat ini, yang berada di bawah Undang-Undang Migas, sangat buruk. Di satu sisi, kekayaan gas milik negara direncanakan dan direkayasa untuk dijual murah ke Cina dengan argumentasi yang sangat lemah, di sisi lain industri dalam negeri berteriak kekurangan gas. Bahkan pembeli LNG di Jepang yang sudah terbukti selama 30 tahun membeli LNG Indonesia dengan harga yang sangat bagus kini sedang mengharapkan tambahan LNG dari Indonesia.


Akhirnya, marilah kita serahkan kepada Presiden dan DPR, apakah penjualan kekayaan alam milik negara dengan harga murah untuk masa 25 tahun mendatang yang berpotensi melabrak konstitusi dan undang-undang ini akan dibiarkan terus ataukah perlu segera ada langkah-langkah konkret untuk mengakhiri ketidakwajaran ini? Mari kita tunggu.Dr Kurtubi, PENGAJAR PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA